Powered By Blogger

Salam!, Dan Selamat Datang

Situs ini dibuat atas dasar publikasi perjalanan skripsi dan turut mensukseskan bonus deografi di Idonesia yang akan terjadi pada tahun 2020-2035.

Mari Giatkan Penelitian Demi Perubahan

Hafalan Dapat Hilang Namun Penelitian Akan Selalu Dikenang www.bonus-demografi.blogspot.com.

Sabtu, 11 Februari 2017

Pengertian Bonus Demografi

Pengertian Bonus Demografi


Bonus Demografi adalah keadaan tingginya jumlah penduduk  yang usia produktif lebih besar dibandingkan dengan usia tidak produktif. Usia produktif lebih besar dibadingkan usia non produktif itu artinya beban ketergantungan penduduk akan berkurang jikalau dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. http://www.indonesiastudent.com/pengertian-bonus-demografi-indikator-dan-manfaat-beserta-ancamannya-lengkap/

Banyak Negara yang sukses memaksimalkan keadaan bonus demografi ini. Misalnya saja Negara korea selatan, thaliland, Malaysia, dan nagara-negara lainnya. Akan tetapi banyak pula Negara yang gagal memaksimalkan keadaan bonus demografi, misalnya untuk Negara yang banyak gagal memaksimalkan bonus demografi adalah Negara-negara yang ada di Benua Afrika, seperti ethopia dan lain sebaginya. Selengkapnya: http://www.indonesiastudent.com/pengertian-bonus-demografi-indikator-dan-manfaat-beserta-ancamannya-lengkap/

Sabtu, 08 Agustus 2015

Bonus Demografi : BONUS DEMOGRAFI : Jadikan Berkah, Singkirkan Bencana!

Indonesia diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalahBonus Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.

Berdasarkan paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70 persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.

Bonus demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.

Hal ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun sampai 2020.

Tentu saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?

Kalau pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?

Berkaca dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia, Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter, pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.

Permasalah pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang mendasar: kualitas manusia!

Kenyataannya pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.

Dalam hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan, kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.

Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.

Kesimpulan yang bisa ditarik adalah bonus demografi ibarat pedang bermata dua. Satu sisi adalah berkah jika berhasil mengambilnya. Satu sisi yang lain adalah bencana seandainya kualitas SDM tidak dipersiapkan.

Prijo Sidipratomo, Ketua Ikatan Dokter Indonesia, mengatakan bahwa sebuah bangsa yang kuat harus mempunyai perencanaan, termasuk membangun sumber daya manusia berkualitas yang akan menjadi daya saing sebuah bangsa. Sejatinya, perubahan tidak bisa dilakukan dalam sekejap, maka dari itu pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari sekarang!!!!

Sumber : https://seronokcat.wordpress.com/planologi-2/kependudukan/bonus-demografi-bonus-demografi-jadikan-berkah-singkirkan-bencana/

NU Rekomendasikan Kebijakan Prorakyat Saat Hadapi Bonus Demografi

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Nahdlatul Ulama (NU) mendesak pemerintah untuk menjalankan kebijakan prorakyat dalam menghadapi peluang bonus demografi penduduk yang masa puncaknya bakal dialami Indonesia pada tahun 2028-2031.

"Dalam menghadapi peluang bonus demografi, negara harus menjalankan kebijakan pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat kecil dengan kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan yang memperkuat ekonomi agraria di perdesaan yang menjanjikan kesejahteraan," kata Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar ke-33 NU Masduki Baidlowi, Jumat (7/8).

NU melihat penguatan ekonomi agraria dibutuhkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki kultur dan budaya agraris.

Bonus demografi sendiri adalah istilah yang menunjukkan pesatnya ekonomi negara karena banyaknya penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan sedikitnya usia tanggungan (0-14 dan 64 tahun ke atas).

Bonus demografi di Indonesia diprediksi akan mencapai puncaknya pada 2028-2031, dengan komposisi 70 persen usia kerja dan 30 persen anak serta lansia.

"Karenanya pemerintah dituntut untuk menyiapkan kebijakan yang komprehensif dari hulu hingga hilir," ujar dia.

Negara juga diminta untuk membuat kebijakan kependudukan yang mendukung pelayanan pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana (KB) yang diimplementasikan terutama pada masyarakat desa.

"Isu kependudukan ini menjadi salah fokus perhatian Komisi Rekomendasi menyusul peluang bonus demografi dan kesiapan Indonesia menyongsong MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) pada akhir 2015," ujarnya.

Komisi Rekomendasi juga meminta NU secara organisatoris untuk menyiapkan warga NU dalam menghadapi dan memanfaatkan peluang bonus demografi untuk kemaslahatan umat.

"NU secara organisatoris juga harus memberikan mandat kepada badan otonom (banom) dan lembaga NU yang terkait untuk secara sistematis dan terfokus mengelola program-program terkait peluang bonus demografi ini," kata Masduki.

Dalam hal pendidikan dan kesehatan, Komisi Rekomendasi memandang NU perlu menyusun langkah strategis untuk meningkatkan kualitas warga NU, agar dapat mencetak angkatan kerja yang sehat, terdidik, dan terampil serta memiliki daya saing.

"NU juga perlu menyiapkan program-program untuk mengelola dampak arus migrasi Nahdliyin dari desa dan kota," tutur Masduki.

Sumber : http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/08/07/nspf1v346-nu-rekomendasikan-kebijakan-prorakyat-saat-hadapi-bonus-demografi

Pengertian Bonus Demografi

Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Oleh karena itu menurut beberapa ahli, Indonesia mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2035 sebagai dampak terjadinya proses transisi demografi yang berkembang akan keberhasilan program KB yang mampu menurunkan tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya program-program pembangunan lainnya.

Kamis, 06 Agustus 2015

Pidato BKKBN 2015

Pidato Tentang Bonus Demografi, Pernah Disampakaian dalam agenda perlombaan yang disenggarakan oleh BKKBN Provinsi Lampung pada Tahun 2015. Dan Allahmdulillah pada saat itu mendapatkan Juara Harapan 1.


Selangkapnya....






Rabu, 05 Agustus 2015

Pendidikan Karakter dan Bonus Demografi

Opini dari bapak A. Helmy Faishal Zaini mantan Mentri PDT 2009-2010. Yang di kutip dari situs nu.or.id sangat memberikan kesan mendalam menyikapi bonus demografi.

Sumber photo indopolitika.com

2015 Indonesia mulai menapaki tahun bonus demografi. Tahun yang dinanti-nanti. Sebab pada momentum inilah Indonesia tidak boleh alpa. Bonus demografi bisa berari berkah jika kita berhasil mengelolanya, namun juga sebaliknya, ia bisa bisa bermakna bencana jika kita tidak berhasil maramu dan menghadapinya, sebagaimana yang terjadi pada Afrika selatan dalam kurun waktu 1960-2000.

Bonus demografi adalah momentum di saat 100 orang yang berusia produktif (15-16 tahun) menanggung kurang dari 50 orang dengan usia yang sudah tidak produktif. Di Indonesia sendiri diperkirakan mengalami puncak momentum bonus demografi pada kurun tahun 2028-2031. Pada kurun tahun itu 100 orang usia produktif menaggung 4,9 orang dengan usia tidak produktif lagi.

Setidaknya, ada tiga syarat utama untuk memeroleh keberkahan bonus demografi, yakni dengan cara investasi di bidang pendidikan, kesehatan, dan juga lapangan kerja. Ketiga aspek tersebut sesungguhnya adalah aspek primer yang menjadi basic need kehidupan sehari-hari manusia.

Pada tulisan singkat ini saya ingin berkonsentrasi pada bidang pendidikan dalam bingkai merespon bonus demografi. Sebab, bagaimanapun juga pendidikan adalah tulang punggung utama serta tonggak kemajuan sebuah bangsa.

Sampai saat ini pendidikan memang sudah mendapat alokasi 20 persen dana APBN. Alokasi anggaran yang bisa dibilang lumayan. Namun, dengan besaran dana seperti itu tidak berarti langsung menjamin meningkatnya kualitas pendidikan kita. Ada banyak persoalan yang masih menghiasi dunia pendidikan. Terutama sekali adalah soal implementasi pendidikan karakter.

Sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam UU no 20 tahun 2003 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berkahlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari tujuan yang panjang tersebut sesungguhnya bisa kita sarikan dan ringkas, secara herarkis menurut saya, menjadi tiga tujuan besar saja yakni: berimlu, bertkwa, dan juga berakhlak mulia. Adapun selain  ketiga sifat dan sikap di atas, sesungguhnya hanya merupakan derivat dari sikap fundamental yang tiga itu saja.

Lalu apakah peserta didik kita hari ini sudah mampu memenuhi ketiga kriteria yang termaktub dalam tujuan pendidikan nasional tersebut? Pertanyaan ini penting kita urai untuk bisa mengukur tingkat keberhasilan tujuan pendidikan dan untuk lebih jauh lagi dalam rangka merespon bonus demografi.

Pertama aspek ilmu. Aspek ini menurut saya merupakan motif utama tujuan orang dalam menempuh pendidikan. Ilmu yang saya maksud di sini bukanlah dalam pengertian ilmu pengetahuan, namun lebih dari itu ilmu yang merupakan “kelanjutan sikap” yang didasarkan pada pengetahuan itu sendiri.

Katakanlah sebagai ilustrasi, untuk sebilah pedang, data mengenai bahan pembuatan, tahun pembuatan, tingkat ketebalan serta siapa saja yang pernah terhunus olehnya adalah pengetahuan yang berisi seperangkat data mengenai pedang itu sendiri. Adapun ilmu adalah tindakan atas pedang yang diambil oleh seorang yang berpengetahuan tadi. Pedang tersebut mau bermanfaat atau bermudarat, tergantung ilmu yang dimiliki oleh pemilik pedangnyanya.

Persoalnnya kemudian adalah nyatanya sampai hari ini kita masih kabur dalam mendefnisikan apa yang dimaksud dengan ilmu itu sendiri. Hal itu terbukti dengan misalnya ukuran pintar dan tidaknya peserta didik dalam dunia pendidikan hari ini masih menggunakan penilaian yang sifatnya pengukur pengatuan, bukan ilmu. Labih dominan mengukur kognisi dibandingkan afeksi atau bahkan psikomotor.

Kealpaan dalam memaknai ilmu yang hanya diartikan sebagai sebatas pengetahuan tersebut membuat fenomena yang kita temukan hari ini yang melanda peserta didik menjadi lumrah adanya. Corat-corat, pesta bikini, dan juga sejumlah tindakan dekaden lainnya.

Kedua pada aspek ketakwaan. Istilah takwa dalam kamus diartikan sebagai terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya (KBBI: 2008). Beralaskan dari pengertian tersebut bisa dikatakan bahwa perwujudan takwa adalah sikap ketertundukan dalam menjalankan peritah Tuhan dan menjauhi segala larangan. Artinya takwa adalah dimensi afeksi dan psikomotor.

Parameter untuk mengukur sikap ketakwaan seorang sesungguhnya bisa dilihat dari  sikap dan perilakunya (akhlak mulia). Bagaimanapun juga akhlak mulia, yang merupakan keturunan sah dari sikap ketakwaan adalah alat yang paling sah untuk mengukur sikap ketakwaan.

Urgensi Pendidikan Karakter

Banyak persoalan yang harus segera kita selesaikan dalam rangka menyembut momentum bonus demografi terutama dalam bidang akhlak dan perilaku ini. Nah pada momen seperti inilah sesungguhnya kita menyadari betapa pentingnya pendidikan karakter.

Thomas Lickona (2013) dalam Educating for Character mengatakan bahwa pendidikan karakter bertujuan agar peserta didik memiliki moral action, bukan hafalan definisi tentang moral, namun lebih kepada tentang bagaimana nilai moral tersebut muncul dalam perilaku. Untuk mencapai tahapan moral action peserta didik harus melewati tahapan moral knowing (pengethauan akan moral) dan moral feeling  (kedasaran akan moral) terdahulu.

Lebih jauh ia juga mengatakan bahwa setidaknya ada lima tanda kehancuran sebuah bangsa yang berdampak pada karakter peserta didik. Pertama, meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua, penggunaaan bahasa dan kata-kata yang buruk. Ketiga, pedoman moral baik dan buruk semakin kabur. Keempat, etos kerja menurun. Kelima, ketidakjujuran dan rasa saling curiga antara sesama semakin membudaya.

Lima tanda yang diungkapkan oleh Lickona tersebut sampai hari ini masih banyak kita temui menghiasi dunia pendidikan Indonesia. Oleh karenanya dalam momentum menyambut bonus demografi ini revitalisasi pendidikan karakter adalah persoalan yang tidak bisa dikesampingkan adanya jika kita tidak ingin keberkahan bonus demografi ini menjadi sesuatu yang sia-sia belaka atau bahkan malah menjadi bencana.

Generasi Dewasa Muda 64 Persen, Bonus Demografi atau sebuah Musibah?

Berita dari republika.co.id -- Menteri Kesehatan pada sususunan kabinet kerja Nila F Muluk mengatakan, laju pertambahan penduduk sangat sangat cepat. Jumlah penduduk saat ini mencapai 255 juta jiwa, padahal BPS pada sensus 2010 mendatang jumlah penduduk baru sebanyak  237,6 juta jiwa.

"Hal yang  jadi masalah, generasi dewasa muda sebanyak  64 persen. Kita akan menghadapi bonus demografi atau malah mendapat disaster," kata Nila, Kamis, (28/5) seperti terlansir dalam Repoblika.co.id.

Oleh karena itu menyikapi hal ini seluruh masyarakat Indonesia harus berkomitmen, mencapai goal MDGs. menekan tingginya Angka kematian ibu hamil dan angka kematian bayi lahir yang terlihat masih banyak.

Kesehatan merupakan inti segalanya.Untuk mencapai kemajuan dibutuhkan kesehatan. Kesehatan sebagai hulu, kalau masyarakat sehat bisa belajar dengan baik, bekerja dengan baik maka akan mendapatkan kesejahteraan.

"Selama ini  lama sekolah di Indonesia rat-rata  8,1 tahun. Kemendikbud merupakan kementerian yang mendapat  anggaran paling besar namun belum bisa mengangkat masyarakat, mungkin karena masyarakatnya banyak yang tak sehat, maka tidak bisa mengikuti pendidikan dengan baik."

Oleh karena itu, ujar dia, masyarakat harus mulai berperilaku hidup sehat. Dimulai dengan makan seimbang, olahraga, tidak merokok, dan tidak minum alkohol.

Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/05/29/np3jmh-generasi-dewasa-muda-64-persen-bonus-demografi-atau-musibah